Home Opini Sejarah konflik Politik dan Oposisi Dalam Islam

Sejarah konflik Politik dan Oposisi Dalam Islam

404
Sejarah konflik Politik dan Oposisi Dalam Islam

Ilustrasi marching band Ottoman Foto: wikipedia.org

 

Rabu 02 Dec 2020 09:52 WIB

Bagaimana sejarah Islam menyikapi konflik dan opisisi

 Oleh: Dr Ahmad Choirul Rofiq, Dosen IAIN Ponorogo

Ketika mendengar kata “oposisi”, orang biasanya langsung bersikap antipati dan sangat membencinya. Apalagi tatkala pembahasan tentang oposisi dikaitkan dengan pergulatan politik yang sering diidentikkan dengan upaya menghalalkan segala cara demi meraih maupun mempertahankan kekuasaan.

Dalam dunia politik memang selalu dijumpai perselisihan di antara penguasa dan oposisi. Di sinilah diperlukan solusi tepat untuk memecahkan permasalahan dan menemukan titik temu penyelesaian konflik politik. 

Namun penyelesaian konflik politik kadang menemui jalan buntu disebabkan sikap penguasa maupun oposisi yang menutup rapat-rapat pintu komunikasi demi mendapatkan solusi terbaik. Apalagi setelah konflik politik tersebut malah diperparah oleh provokator yang memiliki maksud jahat.

Ketika jalan damai gagal ditempuh, maka akibatnya bisa sangat fatal dan merugikan semua pihak yang saling berseteru. Korban pun berjatuhan, baik di pihak penguasa, oposisi, dan bahkan dari kalangan rakyat yanåg tidak berdosa.

Sejarah umat Islam mencatat konflik internal sesama kaum Muslimin ketika terbunuhnya Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan pada 18 Dzulhijjah 35H (30 Mei 656M) di tangan oposisi yang selanjutnya diikuti perang Jamal (36H/656 M), perang Shiffin (37H/657M), dan perang Nahrawan (38H/658M). 

Kebuntuan penyelesaian konflik politik secara damai juga pernah terjadi pada masa Orde Lama di Indonesia. Di antaranya ialah timbulnya peristiwa pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatera pada 1956-1961.

Menurut penelitian Eny May mengenai PRRI dan kegagalan penerapan sistem otonomi daerah, pada era Orde Lama telah ada tuntutan desentralisasi di kawasan luar Jawa kepada pemerintahan Soekarno karena pemerintah dinilai tidak serius melaksanakan Undang-Undang nomor 22 tahun 1948 tentang desentralisasi.

Pada 24 November 1956 masyarakat Sumatera dipimpin Letnan Kolonel Ahmad Husein melancarkan protes dan menuntut penyelesaian masalah pertahanan daerah, perbaikan keadaan sosial ekonomi daerah, dan perluasan pemberlakuan otonomi daerah. Saat itu Sumatera merupakan penyumbang keuangan yang sangat besar kepada pemerintah pusat. Namun realitanya wilayah itu ternyata hanya mendapatkan anggaran kecil untuk pembangunan daerah. 

Biografi Mohammad Natsir: Kepribadian, Pemikiran, dan Perjuangan karya Lukman Hakiem menyebutkan bahwa pada 10 Februari 1958 kelompok oposisi menyampaikan Piagam Perjuangan Menyelamatkan Negara. Karena tuntutan tidak dipenuhi pemerintah, maka pada 1958 dibentuklah PRRI.

Pemerintah menjawab tuntutan mereka dengan operasi militer, meskipun ada penolakan terhadap respon pemerintah. Muhammad Hatta menyarankan penyelesaian secara dialogis dan damai. Beliau mengutuk proklamasi PRRI dan sekaligus tidak menyetujui serangan militer.

Perang sesama rakyat Indonesia berkobar pada Maret 1958 dan berakhir setelah dikeluarkannya Keputusan Presiden RI tanggal 17 Agustus 1961 tentang pemberian amnesti dan abolisi. 

Mestika Zed menganalisis bahwa berdasarkan bukti-bukti yang tersedia, maka tidak ada maksud PRRI untuk mendirikan negara dalam negara, serta tidak ada tuntutan untuk menggulingkan pemerintah RI, kecuali mengajukan pemerintahan tandingan karena pemerintahan di Jakarta dianggap sudah inkonstitusional.

Menurut A.M. Fatwa, diperlukan waktu tujuh tahun sebelum akhirnya komunisme yang ditolak PRRI mengalami kehancuran serta dibutuhkan waktu lebih dari empat dasa warsa untuk merealisasikan  tuntutan PRRI mengenai otonomi daerah, perimbangan keuangan antara pusat dengan daerah, dan pembentukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). 

Salim Said mengatakan bahwa PRRI haruslah dilihat sebagai upaya untuk menyelamatkan Republik Indonesia yang terancam komunisme. Selain itu, dalam gerakan PRRI terdapat tokoh-tokoh yang telah berjasa besar kepada Indonesia. Misalnya, Sjafruddin Prawiranegara yang menjadi pemimpin Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi pada 19 Desember 1948 hingga 13 Juli 1949.

Demikian pula Mohammad Natsir yang pada 3 April 1950 berinisiatif menyatukan negara-negara Republik Indonesia Serikat sehingga pada 17 Agustus 1950 Presiden Soekarno mengumumkan pembubaran RIS dan kembalinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena itulah, pemerintah kemudian menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Mohammad Natsir pada tahun 2008.

Dialog, Keadilan, dan Kesejahteraan

Perlu dipahami bahwa oposisi tidak selamanya harus dihadapi secara keji karena pencapaian solusi bisa ditempuh melalui dialog antara penguasa dan oposisi, serta perwujudan keadilan dan kesejahteraan, sebagaimana diteladankan oleh Khalifah ‘Umar bin Abdul ‘Aziz (61H/680M-101H/720).

Ketika dipilih Khalifah Sulayman sebagai penggantinya, beliau menolak karena beratnya amanat kepemimpinan. Namun kaum Muslimin yang mengakui keluhuran akhlak beliau tetap membaiatnya pada 99 H (717 M).

Setelah dibaiat menjadi khalifah, beliau menerapkan kebijakan yang dimulai dari dirinya sendiri dan keluarganya. Beliau kemudian memerintahkan aparat untuk menyita kekayaan Dinasti Umawiyyah yang diperoleh secara tidak sah, memecat para pejabat yang zalim kepada rakyat, dan menetapkan pejabat yang kompeten.

Di antaranya mengangkat Isma‘il bin ‘Ubaydillah sebagai gubernur bagi masyarakat Berber. Menurut Muhammad ‘Isa al-Hariri dalam al-Dawlah al-Rustamiyyah bi al-Maghrib al-Islami, kebijakan populis yang diterapkannya saat itu berhasil meningkatkan Islamisasi dan meredam pergolakan kawasan Maghrib.

Adapun kepada pihak oposisi yang melawan pemerintahan Umawiyyah, maka beliau lebih mengutamakan dialog secara bijaksana.Beliau sangat menghormati dan menghentikan penistaan kepada Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib beserta keturunannya sehingga golongan Syi’ah tersanjung.

Menurut Mahmud Syalabi dalam Hayah ‘Umar ibn ‘Abd al-Aziz, pada waktu itu segala macam ujaran kebencian di mimbar-mimbar khutbah diganti dengan pembacaan QS al-Nahl (16), ayat 90: “Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kalian agar kalian dapat mengambil pelajaran.”

Di samping itu, menurut Ahmad Sulayman Ma‘ruf di dalam Qira'ah Jadidah fi Mawaqif al-Khawarij wa Fikrihim wa Adabihim, Khalifah ‘Umar mampu mengayomi golongan Khawarij yang populer dengan gerakan oposisi radikalnya terhadap penguasa politik.

Sang khalifah sangat dihormati oleh Khawarij karena keadilan dan kesalehannya.Dalam pandangan beliau, Khawarij memberontak bukan atas motif keduniawian. Khawarij sebenarnya melakukan pemberontakan demi kepentingan ukhrawi, tetapi mereka menempuh jalan yang salah disebabkan kekeliruan pemahaman keagamaan mereka.

Karena adanya dialog dan keteladanan inilah, maka Khawarij menghentikan perlawanan mereka selama kepemimpinan beliau.

Demikianlah kearifan beliau terhadap pihak oposisi. Namun pemerintahannya ditakdirkan hanya sebentar karena sebagian Dinasti Umawiyyah yang tidak menyukai ketegasannya meracuni beliau pada 101H (720M), sebagaimana diterangkan Ahmad Syalabi dalam Mawsu’ah al-Tarikh al-Islami wa al-Hadharah al-Islamiyyah.

Meski begitu, kesuksesan dan kesejahteraan rakyat berhasil diwujudkan secara gemilang pada masa kepemimpinannya sebab beliau mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi atau golongan.

Oleh karena itu, menurut Hasan Ibrahim Hasan dalam Tarikh al-Islam al-Siyasi wa al-Dini wa al-Tsaqafi wa al-Ijtima‘i, sebagian sejarawan menempatkan beliau sejajar dengan al-Khulafa’ur Rasyidun.

Adapun keberhasilan pemerintah Indonesia dalam penyelesaian konflik politik secara damai diwujudkan di Aceh pada 2005. Penelitian Kurnia Jayanti berjudul Konflik Vertikal antara Gerakan Aceh Merdeka di Aceh dengan Pemerintah Pusat di Jakarta Tahun 1976-2005 menyebutkan bahwa gerakan GAM dipicu faktor ekonomi.

Aceh yang memiliki sumber daya alam melimpah hanya menikmati sedikit hasilnya karena pemerintah menerapkan sistem sentralistik. Selama bertahun-tahun ketidakpuasan Aceh itu ditanggapi dengan operasi militer sehingga banyak rakyat Aceh menjadi korban.

Pada 2000 pemerintahan Abdurrahman Wahid mulai membuka dialog perdamaian dengan GAM. Pemerintah meminta Henry Dunant Center for Humanitarian  sebagai penengah. Kesepakatan pembentukan zona aman dan jeda kemanusiaan dicapai.

Pada 2001 pemerintahan Megawati menetapkan Status Otonomi Khusus di Aceh. Meskipun demikian, perdamaian belum sepenuhnya terwujud. Pada 15 Agustus 2005 di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono terjadi penandatanganan MoU (Nota Kesepahaman) antara pemerintah dan GAM di Helsinki, Finlandia, setelah sebelumnya dilakukan kunjungan resmi Wakil Presiden Jusuf Kalla ke Helsinki.

MoU memutuskan bahwa Aceh mendapatkan 70%  pendapatan dari kekayaan sumber alamnya. Hingga sekarang pemerintah dan rakyat Aceh terus merawat perdamaian itu serta berupaya memajukan kesejahteraan Aceh.

Penjelasan historis di atas menunjukkan bahwa perseteruan antara penguasa dan oposisi pada dasarnya dapat didamaikan melalui kesediaan berdialog kedua belah pihak. Komunikasi politik tersebut harus dibarengi pula dengan kesungguhan pemimpin untuk menegakkan keadilan, tanpa diskriminasi kepada pihak yang memiliki perspektif berbeda, dan mewujudkan kesejahteraan secara merata.

Bukankah perwujudan keadilan dan kesejahteraan inilah yang diamanatkan oleh nilai-nilai luhur Pancasila? Para pejabat beserta seluruh rakyat Indonesia, tanpa terkecuali, seharusnya mengedepankan kepentingan bangsa dan negara serta bersama-sama mengelola Indonesia yang memiliki kekayaan berlimpah ini dengan sebaik-baiknya sehingga kemakmuran dapat dicapai. 

Sumber : REPUBLIKA.CO.ID, IHRAM.CO.ID, -- 

- Bertanjak -
Bertanjak
- Pucuk Suku Nan Sepuluh -
Banner Pucuk Suku Nan Sepuluh
- Makna dan Arti Logo -
Banner makna Logo luhak kepenuhan
UMKM Negeri Beradat
UMKM Negeri Beradat
KAI Negeri Beradat
KAI Negeri Beradat
Gssb
Banner gssb
Luhak Kepenuhan Negeri Beradat
New Poster Luhak Kepenuhan Beradat
Banner Ismail Datuk Montoi
Banner Ismail Datuk Montoi
Banner Petuah Ketua Lam Rohul
Petuah Ketua LAM Rohul
Banner Petuah Ketua Lam Rohul
Banner Petuah Ketua Lam Rohul
Sambutan Ketua LKA Kepenuhan
Banner Ketua LKA Kepenuhan
Banner Ketua LKA Kepenuhan
Sekapur Sirih Mamak Sutan Kayo Moah
Banner Sekapur Sirih
Banner Sekapur Sirih
Buku Luhak Kepenuhan Negeri Beradat
Banner Buku Luhak Kepenuhan Negeri Beradat
Banner Buku Luhak Kepenuhan Negeri Beradat
Add
Banner ADD
Banner ADD
One Day One Juz
Banner One Day One Juz
Banner One Day One Juz
Rumah Tahfidz Kepenuhan Timur
Banner Rumah Tahfidz Kepenuhan Timur
Banner Rumah Tahfidz Kepenuhan Timur

POPULER

Banner Gerakan Negeri Beradat
Banner Gerakan Negeri Beradat
Banner Buku Super Quotion
Banner Buku Super Quotion
Banner Lam Kabupaten ROkan Hulu
Banner Lam Kabupaten ROkan Hulu
Banner LKA Kepenuhan
Banner LKA Kepenuhan